Sejarah Libur Panjang Ramadan Anak Sekolah Masa Kolonial, Kisah-Kisah Seru Mengisi Waktu Libur

Hendaru Tri HanggoroHendaru Tri Hanggoro - Rabu, 05 Maret 2025
Sejarah Libur Panjang Ramadan Anak Sekolah Masa Kolonial, Kisah-Kisah Seru Mengisi Waktu Libur

Anak-anak sekolah di Hindia Belanda belajar mengaji. (Foto: Delpher)

MerahPutih.com - Halo, Guys! Siapa nih yang lagi senang-senangnya menikmati libur sekolah edisi Ramadan?

Bulan puasa memang selalu jadi momen spesial, bukan hanya karena beragamnya makanan, tapi juga karena banyak hal seru yang cuma bisa kita rasakan pas Ramadan.

Salah satunya tentu libur sekolah yang lumayan panjang! Nah, pernah enggak sih kalian penasaran, kenapa saat Ramadan kita bisa libur banyak banget?

Ternyata jawabannya bermula pada masa kolonial alias ketika Indonesia masih dijajah Belanda pada 1900-an.

Yuk, kita kupas tuntas sejarah dan keseruan libur Ramadan dari zaman kolonial.

Saban datang bulan puasa, anak sekolah, termasuk kalian yang SMA nih, kebagian jatah libur cukup banyak.

Biasanya, anak sekolah libur jelang puasa sampai awal-awal puasa, terus masuk sekolah lagi beberapa hari, lalu libur lagi dekat-dekat Lebaran. Nah, dari mana sih asalnya tradisi ini?

Baca juga:

Menelusuri Perbedaan Penentuan Awal Puasa di Indonesia: Sejarah, Tradisi, dan Keberagaman

Asal-Usul Libur Puasa Anak Sekolah Zaman Kolonial

Semua berawal ketika sistem pendidikan modern masuk Hindia Belanda pada awal abad ke-20. Mereka butuh tenaga terampil dari penduduk lokal, yang kebanyakan beragama Islam. Maka sekolah-sekolah pun didirikan.

Ingat politik etis kan?

Nah, salah satu perwujudannya adalah pembangunan sarana pendidikan buat warga lokal (warlok) atau pribumi dari jenjang sekolah dasar (HIS/Hollandsch-Inlandsche School) hingga SMA (AMS/Algemene Middelbare School).

Pemerintah kolonial menimbang perlu memberi warlok pendidikan demi menciptakan tenaga-tenaga terampil di lapangan kesehatan, birokrasi, pertukangan, pertanian, dan teknik.

Politik Etis Belanda membuka kesempatan anak pribumi mengenyam pendidikan
Salah satu perwujudan politik etis Belanda pada 1901 adalah pembangunan sekolah buat menyiapkan tenaga terampil. (Foto: Delpher)

Kebetulan orang-orang tempatan yang mengecap pendidikan kolonial mayoritas beragama Islam dan ada yang menjalankan ibadah puasa selama Ramadan.

Saat Ramadan, anak sekolah pun diliburkan agar bisa fokus beribadah. Asyiknya, dulu anak-anak liburnya bisa sampai 39 hari lho!

Sistem ini garapan pemerintah kolonial dan berada di bawah naungan Departemen Pendidikan, Agama, dan Kerajinan yang kemudian berubah jadi Departemen Pendidikan dan Agama pada 1912.

Menurut Aziz Halim, salah satu pelajar yang sempat mengalami pendidikan pada masa kolonial, pemerintah kolonial meliburkan semua sekolah HIS dan angka lara (sekolah dasar selama tiga tahun).

"Maksudnya dalah menghormati bulan Puasa dan memberikan kesempatan kepada pelajar-pelajar untuk beribadah baik-baiknya lam bulan suci tersebut," kata Aziz Halim dalam surat kabar Pelita, 2 Mei 1979.

Lama libur puasa anak sekolah sekira 39 hari.

Mahbub Djunaidi, salah seorang sastrawan Betawi yang pernah mengalami pula pendidikan pada masa kolonial, menggambarkan keceriaan anak-anak sekolah ketika libur Ramadan.

“Sekarang boleh pulang, sampai ketemu habis lebaran,” kata Menir van Dalen, guru sekolahnya, seperti dikutip Mahbub Djunaidi, dalam Asal Usul: Catatan-Catatan Pilihan.

Baca juga:

Perdebatan Libur Puasa Anak Sekolah, Pola Sejarah yang Berulang

Debat dan Keputusan Libur Sekolah

Kebijakan libur anak sekolah pada bulan puasa beralas dari cara pandang pemerintah kolonial terhadap Islam dalam bidang pendidikan.

Dr. N. Adriani, penasihat Urusan Bumiputera, pernah menyampaikan pertimbangannya tentang kedudukan Islam dalam bidang pendidikan kepada J.A.C. Hazeu, direktur Pendidikan dan Agama, pada 1913.

“Islam adalah satu-satunya milik mereka yang tak dapat dihilangkan dan tidak dapat diganggu gugat. Mereka ingin tetap memiliki Islam, juga bagi anak-anak mereka. Mereka tidak menginginkan pelajaran agama dari Belanda,” kata Adriani seperti dikutip S.L. van der Wal dalam Kebijaksanaan Pendidikan di Hindia Belanda 1900-1940.

Adriani juga mengingatkan pemerintah kolonial jangan main paksa melepaskan Islam dari warlok.

Dr. N. Adriani
Dr. N. Adriani menerangkan posisi agama Islam dalam sistem pendidikan untuk masyarakat Hindia Belanda. (Foto: KITLV)

Sepanjang menyangkut urusan peribadatan seperti puasa, lebih baik kasih kesempatan luas bagi anak-anak sekolah yang beragama Islam untuk menjalankannya.

Sebenarnya penetapan libur puasa anak sekolah sempat menimbulkan perdebatan di kalangan pejabat pemerintah kolonial.

Snouck Hurgronje, seorang peneliti umat Islam di Hindia Belanda yang tekun, menyatakan bahwa menghapus atau meneruskan libur puasa anak sekolah bakal punya dampak bagi pemerintah kolonial.

"Penghapusannya akan menyebabkan soal ini dimasukkan ke dalam golongan senjata oposis yang setiap kali digunakan lagi... Sebaliknya dipertahankannya liburan puasa akan angat merugikan kepentingan pengajaran," sebut Snouck dalam suratnya kepada Menteri Daerah Jajahan, 8 Oktober 1923, seperti termuat di buku Nasihat-Nasihat C. Snouck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya Kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889–1936 VIII.

Snouck berpendapat libur puasa sebaiknya dipertahankan buat meredam kemungkinan kemarahan kelompok oposisi pemerintah kolonial.

Namun, secara objektif, Snouck sebenarnya enggak melihat ada alasan kuat dari warlok buat mempertahankan libur puasa anak sekolah. Sebab, di beberapa wilayah Jawa, anak sekolah enggak terbiasa berpuasa.

Meski wilayah lainnya seperti Banten punya ikatan agama yang lebih kuat, ternyata pejabat pengadilan lokalnya mendukung penghapusan.

Pemerintah kolonial akhirnya memutuskan melanjutkan libur puasa anak sekolah.

"Penghapusan liburan tersebut akan menyebabkan banyak kesal hati. Sementara itu, keberatan terhadap penghapusanya sebenarnya kebanyakan dapat diatasi dengan jalan membuat awal tahun pelajaran sekolah-sekolah pribumi Belanda bertepatan dengan sekolah-sekolah lanjutan yang mempunyai dasar Barat," tulis Snouck.

Baca juga:

Sejarah Islamisasi Kepulauan Nusantara, Beberapa Teori tentang Kedatangan Islam dan Penyebarnya

Kenangan Libur Puasa yang Seru

Keputusan libur ini disambut gembira oleh anak-anak. Apalagi anak-anak sekolah telanjur senang dengan kedatangan bulan puasa.

Sejak hari masih gelap, mereka membangunkan orang sahur dengan bebunyian kaleng rombeng. Siang hari mereka jumpalitan di pohon belimbing.

Menjelang sore hingga magrib, anak-anak sekolah itu tidur-tiduran di langgar.

“Jika saat berbuka tiba, mereka nyaris menelan seluruh isi bumi,” begitu cerita Mahbub Djunaidi tentang keriangan anak-anak pada zamannya kecil dulu selama bulan puasa.

Situasi dalam kelas sekolah dasar
Suasana ruang belajar di sekolah dasar di desa Hindia Belanda pada 1920-an. (Foto: Delpher)

Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, yang masa kecilnya jadi siswa HIS di Kotanopan, Sumatra Utara, pada 1930-an, menceritakan pengalamannya libur sekolah selama bulan puasa pada masa kolonial.

“Bagi anak desa, bulan puasa dan lebaran adalah saat-saat yang paling berbahagia. Berlibur, orang-orang pada pulang kampung dari perantauan, malam hari beramai-ramai di masjid mengaji… Siang hari anak-anak mengembara di bukit-bukit atau bermain-main di kali mencari ikan,” kata Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas: Kenangan Semasa Muda.

Namun enggak semua anak-anak pada masa kolonial menghabiskan libur puasa dengan beribadah saja.

Deliar Noer, ilmuan politik yang terkenal dan sempat mengenyam sekolah HIS pada 1930-an, mempunyai pengalaman libur sekolah selama bulan puasa.

Sekali waktu dia pergi ke kebun mangga di belakang sebuah masjid raya dekat pekuburan. Bersama teman-teman, Deliar memanjat pohon mangga, memetik buahnya, dan memakannya. Padahal mereka sedang berpuasa.

“Masing-masing kami setelah sampai di rumah dari pekuburan yang berpohon mangga itu, mengaku masih tetap puasa; kami juga berbuka bersama ketika magrib,” kenang Deliar dalam biografinya, Aku Bagian Ummat Aku Bagian Bangsa.

Pada kemudian hari, Deliar mengaku menyesali perbuatan tipu ini.

Baca juga:

Peran Kaum Sufi dalam Islamisasi Kepulauan Nusantara, Harmoni Budaya dan Agama

Anak Sekolah Ketahuan Mokah

Ibnu Sura Maesti, mantan redaktur majalah Muhammadiyah pada zaman pergerakan nasional, juga punya kisah mirip dengan Deliar Noer.

Ketika Ibnu masih bersekolah di HIS Cikaso, Kuningan, Jawa Barat, pada 1910-an, dia telah menjadi pujaan orang kampung lantaran kefasihannya membaca Alquran dan kesediannya membantu kerjaan rumah orangtua dan neneknya.

Ibnu menikmati puja-puji dari orang kampung dan berusaha terus mempertahankannya dengan giat aktivitas sana-sini.

Namun Ibnu punya rahasia besar. Dia sebenarnya sering buka puasa (mokel atau mokah) diam-diam sebelum azan magrib berkumandang.

Anak-anak sekolah di Maluku pada 1930-an
Anak-anak sekolah mengikuti kegiatan di lapangan sekolahnya. (Foto: Delpher)

Keluarga dan orang sekitarnya enggak tahu perbuatan Ibnu. Namun, sebaik-baiknya kebohongan disimpan, pada akhirnya bakal kecium juga.

Ibnu ketahuan mokah. Keluarga dan orang sekitar memergokinya secara engagk sengaja tengah mokah.

“Benar-benar waktu itu aku sangat merasa malu dan menyesal, serta berjanji dalam hatiku, tidak akan berdusta dan berbuat sesuatu untuk mendapat pujian belaka,” tulis Ibnu dalam “Dari Asuhan Nenek hingga ‘Ayah’ Belanda” termuat di Perjalanan Anak Bangsa: Asuhan dan Sosialisasi dalam Pengungkapan Diri.

Begitulah anak-anak zaman kolonial menghabiskan libur sekolah sepanjang bulan puasa. Kebijakan ini bertahan terus sampai masa merdeka.

Baru pada 1978, masa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef, libur puasa anak sekolah ditinjau kembali. Hasilnya, pemerintah memangkas jumlah libur puasa. Enggak lagi sebulan penuh.

Zaman sekarang, libur Ramadan mungkin enggak selama dulu, tapi feel-nya tetap sama serunya kok!

Bagi kamu yang masih sekolah, manfaatin libur ini buat belajar santai di rumah, kumpul keluarga, dan tentunya perbanyak ibadah ya.

Intinya, jadikan Ramadan kali ini sebagai momen buat meraih keberkahan dan kebersamaan yang nggak terlupakan. Yuk, kita semua rayakan Ramadan dengan semangat dan senyum lebar!

Buat anak-anak pada masa itu, Ramadan bukan hanya soal puasa, tapi juga waktu untuk main bareng teman, malam-malam bangunin sahur, hingga jalan-jalan sore sambil ngabuburit. (dru)

Baca juga:

Kenangan Puasa Tak Terlupakan Mengisi Agenda Ramadan

#Iqra #Hikayat #Sejarah Indonesia #Sejarah
Bagikan
Ditulis Oleh

Hendaru Tri Hanggoro

Berkarier sebagai jurnalis sejak 2010 dan bertungkus-lumus dengan tema budaya populer, sejarah Indonesia, serta gaya hidup. Menekuni jurnalisme naratif, in-depth, dan feature. Menjadi narasumber di beberapa seminar kesejarahan dan pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan lembaga pemerintah dan swasta.

Berita Terkait

22 September Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Peringatan Penting dan Fakta Menariknya
22 September diperingati sebagai Hari Menara Suar Nasional, Hari Lalu Lintas Bhayangkara, Hari Badak Sedunia, dan Hari Bebas Kendaraan Bermotor. Simak faktanya!
ImanK - Senin, 22 September 2025
22 September Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Peringatan Penting dan Fakta Menariknya
19 September Memperingati Hari Apa? Fakta Sejarah Ini Jarang Diketahui!
19 September memperingati hari apa? 1. Hari Perobekan Bendera di Hotel Yamato (Surabaya), 2. Hari Kejayaan Angkatan Bersenjata Chili, 3. Hari Kepedulian Diseksi Aorta Sedunia, selengkapnya
ImanK - Kamis, 18 September 2025
19 September Memperingati Hari Apa? Fakta Sejarah Ini Jarang Diketahui!
18 September Memperingati Hari Apa? Kamu Harus Tahu!
18 September Memperingati Hari Apa: 1. Hari Kesetaraan Gaji Internasiona, 2. Hari Bambu Sedunia, 3. Hari Pemantauan Air Sedunia,selengkapnya
ImanK - Rabu, 17 September 2025
18 September Memperingati Hari Apa? Kamu Harus Tahu!
16 September Memperingati Hari Apa? Ini 5 Sejarah Penting yang Terjadi
16 September Memperingati Hari Apa? 1. Hari Ozon Sedunia, 2. Hari Kemerdekaan Meksiko, 3. Pembentukan Federasi Malaysia, selengkapnya
ImanK - Selasa, 16 September 2025
16 September Memperingati Hari Apa? Ini 5 Sejarah Penting yang Terjadi
15 September Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Hari Penting dan Fakta Menariknya
15 September memperingati hari apa? Yup, hari ini bukan sekadar angka dalam kalender di baliknya tersimpan sejumlah peringatan penting
ImanK - Minggu, 14 September 2025
15 September Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Hari Penting dan Fakta Menariknya
13 September Memperingati Hari Apa? Ini 7 Peringatan dan Fakta Menarik di Baliknya
13 September Memperingati Hari Apa: 1. Hari Programmer, 2. Hari Berpikir Positif, 3. Hari Twilighters Nasional, selengkapnya
ImanK - Jumat, 12 September 2025
13 September Memperingati Hari Apa? Ini 7 Peringatan dan Fakta Menarik di Baliknya
12 September Memperingati Hari Apa? Peristiwa Bersejarah hingga Perayaan Unik Dunia
Apa saja yang terjadi pada 12 September? Ini sejarah lengkapnya termasuk Hari Purnawirawan, Tragedi Tanjung Priok, dan peristiwa dunia.
ImanK - Kamis, 11 September 2025
12 September Memperingati Hari Apa? Peristiwa Bersejarah hingga Perayaan Unik Dunia
9 September Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Fakta Mengejutkan
9 September memperingati hari apa? 1. Hari Berdirinya Korea Utara, 2. Double Ninth Festival, 3. Hari Olahraga Nasional, selengkapnya
ImanK - Senin, 08 September 2025
9 September Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Fakta Mengejutkan
7 September Memperingati Hari Apa? Munir Meregang Nyawa di Udara
7 September memperingati hari apa? 1. Hari Kemerdekaan Brasil, 2. ari Udara Bersih Internasional, 3. National Beer Lovers Day, selengkapnya
ImanK - Sabtu, 06 September 2025
7 September Memperingati Hari Apa? Munir Meregang Nyawa di Udara
6 September Memperingati Hari Apa? Ini Daftar Perayaan dan Fakta Uniknya
6 September Memperingati Hari Apa: 1. Festival Janmashtami, 2. Hari Baca Buku Nasional, 3. Hari Tradisi Melempar Telur, selengkapnya
ImanK - Jumat, 05 September 2025
6 September Memperingati Hari Apa? Ini Daftar Perayaan dan Fakta Uniknya
Bagikan