Petualangan Waktu ke Samudra Pasai, Melihat Kehidupan Masyarakat Pesisir di Kerajaan Besar Bercorak Islam di Sumatera


Museum Samudra Pasai menyimpan jejak peninggalan kerajaan Islam besar di Sumatera pada abad ke-13 sampai ke-16. (Foto: YouTube/Penerah)
MerahPutih.com - Halo, Guys! Lagi kepikiran, enggak, gimana caranya kita bisa menyatukan semua urusan kita di tengah kesibukan seperti sekarang?
Kadang susah banget, kan, nyesuaiin jadwal antara sekolah, hangout, dan project kreatif yang kalian lagi kerjain.
Nah, ngomongin soal nyatuin sesuatu, ada satu kerajaan di masa lalu yang kayaknya paham betul soal ini.
Yuk, kita ngulik tentang Samudra Pasai, sebuah kerajaan di pesisir utara bagian timur Sumatera yang punya caranya sendiri buat survive di tengah maraknya kekuasaan yang berbeda.
Letak Samudra Pasai sekarang berada di 15 kilometer arah timur Lhoksemauwe, kota di Provinsi Aceh.
Pada masa awal pertumbuhannya, Samudra Pasai ini, kalau boleh dibilang, semacam anak bawang.
Berdiri menjelang akhir abad ke-13, Samudra Pasai muncul dan sezaman dengan Kerajaan Sriwijaya di Jambi, kerajaan besar yang bercorak Buddha dan punya pengaruh India. Selain itu, ada pula Kerajaan Singasari di Jawa Timur.
Enggak jauh dari wilayah Samudra Pasai di pesisir utara Sumatera bagian timur, terdapat pula sejumlah kerajaan kecil lainnya. Misalnya Perlak dan Lamuri. Keduanya dianggap lebih dulu menerima Islam ketimbang Samudra Pasai.
"Sejak tahun 840 - 972 Masehi, Perlak sudah merupakan kerajaan bercorak Islam," sebut arkeolog Uka Tjandrasasmita dalam makalah "Pasai Dalam Dunia Perdagangan" yang termuat di buku Pasai Kota Pelabuhan Jalan Sutra.
Meskipun kemunculan dan pengaruh Islamnya dapat belakangan, Samudra Pasai lah yang justru mampu lebih berkembang ketimbang dua kerajaan Islam yang lebih dulu.
Samudra Pasai tumbuh dan berkembang dengan campuran kultur lokal, Islam, Arab, dan Persia.
Masa Samudra Pasai tumbuh dan berkembang berbarengan pula dengan kemajuan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Majapahit muncul sebagai kekuatan dominan menggantikan Singasari.
Bisa bayangin, kan, 'si anak bawang' mencoba mengukuhkan kulturnya sendiri di antara dua kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit dan kerajaan kecil lainnya di sekitarnya?
Dan bagaimana Pasai bisa berkembang jadi kerajaan besar?
Yuk kita langsung bahas.
Asal-Usul Nama Samudra Pasai
Sebenarnya Samudra Pasai itu berasal dari dua nama kerajaan yang berbeda.
"Kerajaan Pasai adalah sebuah kerajaan baru setelah Samudera yang dibuka Malikus Saleh untuk puteranya yang bernama Malikus Zahir," tulis Muhammad Gade Ismail dalam buku Pasai dalam Perjalanan Sejarah: Abad ke-13 Sampai Awal Abad ke-16.
Menurut Kronika Pasai, catatan sejarah yang menerangkan sejarah negeri Pasai antara pertengahan abad ke-13 sampai pertengahan abad ke-14, nama asli Malikus Saleh adalah Meurah Silu.
Nama ini juga tercatat dalam sumber sejarah lain tentang Samudra Pasai, yaitu Sejarah Melayu (ditulis awal abad ke-17) dan Hikayat Raja-Raja Pasai (ditulis pada abad ke-14).

Ketiga sumber menyebut bagaimana Meurah Silu menamakan kerajaannya sebagai Samudra. Meurah mendirikan kerajaan di sebuah bukit yang hanya didiami oleh semut besar yang disebut semut dara pada 1280.
"Dari nama Samudra inilah kemudian pulau Sumatera memperoleh namanya yang dipakai hingga sekarang ini," terang Teuku Ibrahim Alfian, sejarawan Universitas Gadjah Mada, dalam buku Kronika Pasai Sebuah Tinjauan Sejarah.
Sementara nama Pasai diperoleh dari anjing milik Meurah Silu. Ia memberikan nama itu buat menghormati anjingnya yang mati ketika menemaninya berburu kepiting.
Anjing itu bertarung dengan pelanduk (hewan yang berkerabat dekat dengan kijang dan rusa). Setelah itu, ia menyerahkan tempat di mana anjingnya mati kepada anaknya, Malikus Zahir.
Letak kerajaan Samudra dan Pasai bersebelahan dan hanya terpisah oleh sebuah sungai yang sekarang disebut Sungai Peusangan. Samudra berdiri di sebelah kiri, sedangkan Pasai ada di sebelah kanan.
Karena kedekatannya itulah, lama-lama dua kerajaan itu disebut sebagai satu kesatuan, yaitu Samudra-Pasai.
Namun, menurut sejarawan Slamet Mulyana, cerita asal-usul kerajaan ini hanyalah kerata bahasa atau menerangkan sesuatu dengan menghubung-hubungkan hal itu ke hal lainnya.
Dalam ilmu linguistik (bahasa), istilah itu merujuk pada cara menerangkan sesuatu dengan memperlakukannya sebagai singkatan. Misalnya kepo diartikan sebagai Knowing Every Particular Object.
Slamet Mulyana meyakini bahwa Pasai berasal dari kata 'tapasai' yang berarti 'tepi laut'.
"Kata pasai adalah sinonim dari kata pantai, asalnya pun sama juga. Samudera artinya tidak lain dari laut. Negara Pasai adalah negara yang terletak di tepi laut. Jadi, sama dengan negara Samudera," kata Slamet dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara.
Masuknya Islam ke Pasai
Para ahli sejarah belum bisa mengetahui secara pasti kapan Islam masuk ke Pasai. Namun, sebagian mereka meyakini bahwa Islam masuk ke Pasai dari Arab. Ini sesuai dengan keterangan dalam Kronika Pasai.
Para sufi mempunyai pengaruh kuat di Samudra Pasai. Ini tampak dari batu nisan Sultan Malikus Saleh yang berketerangan tahun 1297 Masehi/696 Hijriah bulan Ramadan.
Ada puisi khas sufi yang tertera di nisan yang penuh kaligrafi, ukiran, dan ornamen indah tersebut. Bunyinya:
Sesungguhnya dunia ini fana
Dunia ini tiadalah kekal
Sesungguhnya dunia ini ibarat huma
yang ditenun oleh laba-laba
Demi sesungguhnya memadailah buat engkau
dunia ini
Hai orang yang mencari kekuatan
Hidup hanya untuk masa pendek sahaja
Semuanya tentu menuju kematian.

"Puisi yang bernada sufi ini sayangnya belum diketahui secara pasti siapa penulisnya," ungkap Teuku Ibrahim Alfian dalam makalah "Pasai dan Islam" termuat di buku Pasai Kota Pelabuhan Jalan Sutra.
Kronika Pasai menyebut Malikus Saleh masuk Islam lewat jalur mimpi. Dalam mimpi itu, Malikus Saleh bertemu Nabi Muhammad.
Setelah menganut Islam, Meurah Silu mendapat gelar Sultan Malikus Saleh.
Naskah-naskah lama memang kental sekali dengan pengagungan kepada pemimpin dan cerita berbalut mitos.
Meski kebenaran mimpi tersebut sukar diverifikasi, cerita itu menandakan bahwa Pasai punya keterikatan dengan Islam dan ajaran sufi.
Ajaran sufi mengakui keabsahan mimpi sebagai salah satu sumber pencerahan dan pengetahuan.
Masyarakat Pasai
Selain pemimpin, rakyat Samudra Pasai juga menganut Islam. Ibnu Batuttah, seorang penjelajah samudera dari negeri Maroko, pernah mengunjungi Samudra Pasai selama 15 hari pada tahun 1345.
Batuttah memberikan keterangan jelas tentang kehidupan masyarakat di Samudra Pasai. Ia menyebut pemimpin Pasai yang bergelar Malikus Zahir sebagai orang yang ramah.
Gelar sultan itu mirip dengan gelar anak kandung Malikus Saleh, tapi sultan yang ditemui oleh Batuttah bukanlah anak kandungnya. Sebab anak Malikus Saleh telah wafat pada tahun 1326.
Batuttah juga menggambarkan adat masyarakat Samudra Pasai.

"Bila sultan naik gajah orang lain harus naik kuda dan bila raja naik kuda orang harus naik gajah," urai Batuttah, seperti diterjemahkan ulang oleh H.A.R Gibbs dalam Travels in Asia and Africa 1325-1354.
Batuttah menyebut ibukota kerajaan tersebut sebagai 'Sumutra'. Menurut Batuttah, ibukota cukup besar dan indah, dikelilingi oleh tembok-tembok kayu dan menara-menara yang juga terbuat dari kayu.
Di dalam tembok itulah para penguasa dan bangsawan tinggal. Sementara rakyat hidup di luar tembok.
"Semua kehidupan komersial kota, para pendatang baru desa, orang-orang asing, para pengrajin dan segala aktivitas urban lainnya ditempatkan di luar pagar keliling kota," sebut Muhammad Gade Ismail.
Rumah-rumah penduduk dibangun di atas tiang-tiang dari pohon pinang atau kelapa. Rotan digunakan sebagai pengikatnya. Kebanyakan rumah dibangun di tepi pantai.
Masyarakat Samudra Pasai umumnya bermata pencaharian menangkap ikan dan menanam padi.
Buat berdagang dan menukar barang, mereka menggunakan kepingan uang yang terbuat dari timah dan emas yang enggak dilebur.
Meski Samudra Pasai dipimpin oleh orang Islam, masih ada penduduk yang memegang kepercayaan lama, terutama di wilayah pedalaman atau hutan. Mereka kadang-kadang berkonflik dengan penguasa Samudra Pasai.
Kejayaan dan Keruntuhan Samudra Pasai
Meski ada beberapa konflik internal penguasa-penduduk, Samudra Pasai berkembang sebagai kota pelabuhan yang ramai.
"Tumbuhnya kerajaan Islam Samudra Pasai tidak dapat dipisahkan dari letak geografisnya yang senantiasa tersentuh pelayaran dan perdagangan internasional melalui Selat Malaka yang sudah ada sejak abad-abad pertama Masehi," terang Uka Tjandrasasmita dkk. dalam Sejarah Nasional Indonesia Jilid III.
Tome Pires, seorang penjelajah asal Portugis, menyebutkan bahwa Kota Pasai adalah kota terpenting pada masanya untuk seluruh pulau Sumatera
Kota itu berpopulasi lebih-kurang 20.000 orang. Penduduk kota punya struktur sosial yang berlapis-lapis.

Menurut arkeolog Ayatrohaedi dalam "Struktur Masyarakat Pasai", lapisan-lapisan ini dimulai dari raja dan para bangsawan di puncak hingga hamba sahaya di dasar piramida sosial.
Di lapisan birokrasi, ada kelompok penting seperti perdana menteri, menteri, tentara, dan pegawai kerajaan. Selain itu, ada juga kelompok yang bergerak di bidang perdagangan, seperti pedagang, pelaut, dan nahkoda.
Selain warga lokal, kota ini juga dihuni oleh pedagang dari Bengal, Rum, Turki, Arab, Persia, Gujarat, Keling, Melayu, Jawa, dan Siam. Keberagaman ini menjadikan Pasai sebagai pusat pertukaran budaya dan ekonomi yang penting pada masanya.
Perkembangan Samudra Pasai juga enggak lepas dari menurunnya dominasi Sriwijaya di Sumatera. Karena kendali Sriwijaya melemah, kerajaan baru seperti Samudra Pasai muncul.
Samudra Pasai pernah menghadapi serangan dari kerajaan besar seperti Majapahit sepanjang 1340-1345. Awalnya serangan itu mampu ditahan oleh Samudra Pasai. Namun, pada akhirnya, Samudra Pasai takluk.
Samudra Pasai perlahan memudar. Peran kota pelabuhan digantikan oleh Kesultanan Malaka yang mulai muncul. Lalu kemunculan Kesultanan Aceh membuat Samudra Pasai menjadi bagian dari wilayah kerajaan tersebut pada abad ke-16.
Meski jejak ibukota Samudra Pasai enggak berbekas lagi, peninggalan masyarakat dan penguasa Pasai seperti makam, koin emas, dan manuskrip bisa kamu lihat di Museum Islam Samudra Pasai di Beuringen, Aceh Utara.
Begitulah, guys, cerita tentang Samudra-Pasai, kerajaan yang dulunya mungkin 'anak bawang' tapi berhasil jadi bintang di antara kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit. Dari sini, kita bisa belajar banyak: gimana cara tetap bertahan dan berkembang meskipun di tengah persaingan yang ketat.
Yuk, kita juga bisa melakukan hal yang sama dalam hidup kita. Teruslah mencari cara untuk menyatukan semua urusan kita dengan cara yang kreatif dan penuh semangat. Keep hustling, guys! (dru)
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
25 September Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Peristiwa Penting dan Fakta Menariknya

23 September Memperingati Hari Apa: Ini Fakta Lengkapnya

22 September Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Peringatan Penting dan Fakta Menariknya

19 September Memperingati Hari Apa? Fakta Sejarah Ini Jarang Diketahui!

18 September Memperingati Hari Apa? Kamu Harus Tahu!

16 September Memperingati Hari Apa? Ini 5 Sejarah Penting yang Terjadi

15 September Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Hari Penting dan Fakta Menariknya

13 September Memperingati Hari Apa? Ini 7 Peringatan dan Fakta Menarik di Baliknya

12 September Memperingati Hari Apa? Peristiwa Bersejarah hingga Perayaan Unik Dunia

9 September Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Fakta Mengejutkan
