Pandangan Islam Soal Media Sosial, Ada Kebaikan Tapi Harus Bijaksana dan Wajar


Emosi yang paling banyak muncul di media sosial tahun ini adalah antisipasi, kepercayaan, dan kebahagiaan. (Foto: Pexels/Magnus Mueller)
MerahPutih.com - Media sosial merupakan wahana alternatif manusia mengekspresikan apa saja soal padangannya. Tapi ada batasan yang harus difahami bagi yang beriman, yang tentunya tidak melawati batas-batas wajar.
Namun sayangnya, per hari ini perkembangan media sosial justru menghabiskan waktu manusia untuk hal sia-sia.
Dalam ruang tak terbatas ini manusia bukannya mendapatkan fadilah, malah mendapatkan sumber kerusakan, kerugian, kehancuran moral dan amal. Semuanya tentang kemudharatan.
Makanya perlu sekali merefleksikan diri sejauh mana paparan layar media digital ini memberikan kebaikan pada diri, dan bagaimana mendorong kita menjadi fadilah bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Baca juga:
5 Restoran dengan Menu Spesial Ramadan untuk Bukber, Perut Langsung Bahagia Pas Azan Magrib
Berikut ini merupakan ceramah singkat soal "Berperilaku baik di sosial media mencegah kemudharatan".
Assalamu'alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh,
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang membalas doa hamba-hamba-Nya, apabila kita berdoa dan mengingat-Nya.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan puji kehadiran Allah SWT. yang mana telah mempertemukan kita dalam acara taklim ini dengan keadaan sehat wal afiat.
Selawat serta salam tak lupa mari kita junjung tinggi kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. bersama ahlul baitnya, juga kepada guru-guru kami, orang tua kami saudara kami, pemimpin-pemimpin kami, muslimin dan muslimat, yang terdahulu juga yang akan datang.
Kebebasan manusia ketika berselancar di media sosial membuatnya tidak kenal batas dalam berekspresi. Ekpresi itu bisa berbentuk komentar jelek, menghasut, mengejek, menghina orang lain karena perbedaan pendapat. Mengingikan perhatian dan ingin populer.
Selama Ramadan baiknya kita menahan diri dari berperilaku komentar jahat, bergosip di sosial media. Walaupun lewat ketikan, perilaku tersebut dapat mengundang dosa jika orang yang dimaksud merasa sakit hati dengan perilaku kita.
Jadi tak hanya lisan, zaman modren ini tantangannya meluas tentang bagaimana juga kita menahan, menyaring ketikan kita supaya tidak meninggalkan fitnah dan bahaya.
Allah SWT mengingatkan kita dalam surah Az-Zumar ayat 9, yang artinya:
(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.
Ayat ini menjelaskan orang yang berilmu dan berhati-hati dalam setiap langkahnya. Dan jika begitu, mereka adalah orang yang lebih beruntung.
Mereka selalu berpikir sebelum berbicara atau bertindak, dan mereka khawatir akan akibat yang mungkin timbul dari ucapan maupun perbuatan mereka.
Allah juga memperingatkan kepada kita bahwa setiap ucapan kita akan dicatat oleh malaikat. Hal ini tertuang dalam surah Qaaf ayat 18:
“Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).”
Maka, ingatlah kata yang keluar dari mulut kita atau yang kita ketik di media sosial, semuanya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak.
Hadirin yang berbahagia, di era digital saat ini, arus informasi begitu cepat dan deras. Apapun zamannya tantangan juga tentang bagaimana bersikap bijaksana.
Rasul dalam banyak dakwahnya, selalu menekankan apa itu bijaksana, apa saja manfaatnya, apa saja efeknya bagi diri sendiri dan orang lain. Namun kesalahan demi kesalahan, setiap perubahan zaman masih saja sama karena tidak bisa menahan nafsu.
Dalam sebuah hadits disebutkan,
“Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Saw, “Siapakah orang muslim yang paling baik ?’Beliau menjawab, “Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya”.
Hadits ini mengingatkan kita bahwa keburukan tidak hanya datang dari ucapan, tetapi juga dari perbuatan, termasuk apa yang kita tuliskan dan bagikan. Supaya selamat darinjeratan buruknya perilaku tak etis di Sosial Media, hendaknya seseorang itu membekali dengan etika.
Etika itu sendiri, yaitu menghormati dan menghargai orang lain. Sebelum membagikan informasi, kita harus memeriksa ulang kebenarannya.
Islam menuntut kita menjadi manusia yang menebarkan manfaat, bukan keburukan. Islam menekan kita menjadi umat panutan bukan umat yang buruk. Semuanya kembali lagi merujuk ke Rasullullah, bagaimana beliau menjaga hati dan lisannya, supaya menjadi suri tauladan bagi umat dunia. Jadikan lah Rasul sebagai rujukan dalam berinteraksi di kehehidupan sehari-hari.
Jadikanlah media sosial sebagai sarana untuk menyebarkan kebaikan. Jadikanlah media sosial sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan yang bermanfaat bagi umat, membawa maslahat, dan menguatkan keimanan.
Dengan begitu, kita tidak hanya menjaga diri dari keburukan, tetapi juga aktif menciptakan kebaikan yang berdampak positif bagi banyak orang. (Tka)
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
PT KAI Angkut 4,3 Juta Orang Pemudik, Ada 10 KA Jarak Jauh Jadi Favorit

Hal Unik Yang Terjadi di Tradisi Kupatan Setiap 8 Syawal di Indonesia

Filosofi Tradisi Kutupatan Jejak Peninggalan Sunan Kalijaga

Prabowo Senang Menteri Kerja Keras Redam Gejolak Harga Pangan di Saat Ramadan dan Idul Fitri

5 Film Karya Sineas Indonesia Yang Bisa Jadi Pilihan Saat Nikmati Libur Lebaran

Doa Bagi Mereka Yang Amalkan Salat Kafarat

Polisi Mulai Berlakukan Ganjil Genap di 2 Titik Jalan Tol, Tak Ada Tilang Manual

Arus Mudik 2025 Diklaim Lebih Tertata, H-3 Tercatat 258.383 Kendaraan Keluar dari Jakarta

9 Doa Menenangkan Hati Sambut Kemenangan di Malam Takbiran dan Saat Idul Fitri

Sore Ini Kemenag Gelar Isbat Penentuan 1 Syawal 1446 H, Idul Fitri Dipekirakan 31 Maret 2025
