Apa Hukumnya Melakukan Live Streaming saat Salat? Ketahui Sudut Pandang Syariat tentang Praktik Ini

Rabu, 05 Maret 2025 - Ananda Dimas Prasetya

MerahPutih.com - Pada awal Ramadan ini, pengguna media sosial dikagetkan dengan viralnya rekaman video yang memperlihatkan imam shalat tarawih melakukan siaran langsung atau live streaming di TikTok.

Terlihat dalam video tersebut, imam memimpin salat jamaah sembari menjalankan live streaming yang disaksikan oleh lebih dari 6.000 ribu pengguna di TikTok.

Hal ini memunculkan berbagai tanggapan dari warganet. Beberapa mempertanyakan etika serta kekhusyukan ibadah dalam situasi tersebut, sementara yang lain menganggapnya sebagai bentuk inovasi dalam berdakwah. Namun, bagaimana pandangan syariat terkait praktik ini?

Baca juga:

Mengapa Diharuskan Menjaga Lisan dan Tulisan Saat Berpuasa? Berikut Penjelasan Haditsnya

Dikutip dari NU Online, dalam isu ini perlu ditinjau dua aspek utama, yaitu keabsahan dan etika dalam salat. Secara fiqih, salat yang dilakukan sambil live streaming di TikTok tetap sah selama syarat dan rukunnya terpenuhi serta tidak ada hal-hal yang membatalkannya.

Adapun dari sisi etika, melakukan live streaming saat salat berpotensi mengganggu kekhusyukan ibadah. Padahal, khusyuk merupakan salah satu aspek paling penting dalam shalat, yang dapat mempengaruhi kualitas dan nilai ibadah seseorang di hadapan Allah. Sesuai dengan firman-Nya dalam surat Thaha:

Tunaikanlah salat untuk mengingatKu.” (QS Thaha: 14).

Baca juga:

Makna Istikamah Bagi Umat Islam, Sang Khalik lah Yang Membolak Balikkan Hati Manusia

Selain itu, shalat sambil live streaming dan disaksikan oleh banyak orang berpotensi menimbulkan rasa riya’ atau pamer dalam ibadah. Padahal, riya’ merupakan penyakit hati yang dapat merusak pahala suatu ibadah. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulummiddin menegaskan

“Jika seseorang bersedekah atau salat dengan niat mengharap pahala dari Allah sekaligus menginginkan pujian dari manusia, maka perbuatannya termasuk syirik yang bertentangan dengan keikhlasan. Hukum mengenai hal ini telah kami jelaskan dalam kitab Ikhlas. Dalil yang mendukung pendapat ini adalah perkataan Sa'id bin al-Musayyib dan Ubadah bin ash-Shamit, yang menyatakan bahwa orang tersebut tidak mendapatkan pahala sama sekali.” (Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah: t.t.] jilid III, halaman 301). (far)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan